Tuesday, March 23, 2010

Berawal Dari Bangku yang Sama

 Dedicate to my friends LG a.k.a Lubis Grafura



 
Tahun 2002. Masih teringat suara riuh para murid Jurusan Bahasa yang bermigrasi dari ruang laboratorium fisika ke kelas Bahasa yang sesungguhnya. Berlokasi di pojokan, berdekatan dengan kamar mandi dan toilet. Seakan memberikan gambaran bahwa kami adalah siswa TPA, Tempat Penjurusan (paling) Akhir. Dengan kata lain, jurusan buangan terakhir. Artinya, bila tak masuk jurusan IPA ataupun IPS, maka kelas terakhir yang menerimamu dengan tangan terbuka adalah bahasa.
Meskipun dipungkiri, tapi fakta memang menyakitkan. Bahwasanya hanya beberapa siswa yang kurang dari separuh jumlah total murid yang berminat di jurusan itu. Dalam artian menempatkan pilihan di atas jurusan IPA dan IPS. Ketika ditetapkan sebagai anak bahasa, dirimu sedikit meradang dan seakan masa depan suram menanti. Setiap hari pembahasan yang ada hanya tentang masa depan yang tak terlihat jelas. Tak ada UMPTN kelompok Bahasa, yang ada hanya dua jurusan yang selalu diagung-agungkan, yaitu IPA dan IPS.
 Bahkan ketika Ibu Anna Atikah selaku wali kelas kita datang dan memberikan pencerahan jika belum terlambat untuk pindah jurusan. Kamu terlihat antusias sekali seolah berita itu adalah angin surga di telingamu dan sangat mengoda hatimu untuk berpaling ke IPA. Semenjak hari itu, dirimu bimbang dan terus mengajak untuk berpindah jurusan. Aku kukuh, meskipun sedikit tergoda.  
Hari yang terlewati seperti mengaduk-aduk pendirianmu, tetap tinggal di kelas bahasa atau berpindah ke jurusan yang katanya ”kastanya” lebih tinggi. Di situ, dirimu mungkin terlihat masih sodaraan ma bunglon, masih suka plin-plan menentukan arah. Akhirnya dirimu punya pendirian juga setelah melewati masa bunglon.
Hari-hari berikutnya, kita mencoba menjalaninya dengan normal. Mengikuti kata bapak ibu guru pengajar, tapi akhirnya bosen juga. Kubawakan dirimu soal-soal UMPTN milik saudaraku yang pada tahun itu tidak lulus. Walhasil siapa bermain api, akhirnya terbakar juga. Kau masih inget waktu itu? Pak Muhammad, guru Kebudayaan, merasa pelajarannya dilecehkan karena kau mengerjakan soal UMPTN saat pelajaran beliau.
Gara-gara kebagian membereskan projector pelajaran Sejarah, kita dapat bangku urutan paling depan di kelas baru. Sengaja atau tidak, akhirnya kita sebangku. Padahal aku pingin di bangku pojok. Dan akhirnya dari awal sampai akhir tetep di depan. Dengan dirimu!  
Jadi mulai di sini, aku mulai mengenal betul dirimu. Angkuh dan sederhana. Seseorang dengan Identitas kacamata. Entah sudah berapa minusmu itu. Yang kutahu, dari ceritamu, kamu udah memakainya sejak SMP. Tapi kacamatamu itu menunjukkan simbol kecerdasan bagi dirimu. Logikamu jalan. Cuman kadang berjalan lambat atau bahkan nge-hang di tengah jalan. Itulah yang selalu kuingat, logic. Ya, logic. Berperawakan kurus menambah kata cerdas melekat pada dirimu.
 Berani, aku rasa. Seluruh kelas respect kepadamu untuk masalah keberanian, tegas dan lugas dalam menyikapi permasalahan yang berkaitan dengan sosial. Terbukti ketika dirimu membuang ”pil” terlarang dari salah seorang teman. Alih-alih menyelamatkan teman, tapi ia malah membencimu. Walau akhirnya ia sangat berterima kasih juga pada keberanianmu.
Kepemimpinanmu memang belum teruji betul karena dirimu selalu menolak untuk menjadi ketua kelas. Terlihat di sini bahwa kamu tidak mempunyai ambisi atau tidak terlalu ambisius untuk menjadi pemimpin. Namun, untuk menjadi yang terbaik, kamu terlalu ambisius!
Future oriented, selalu berpandangan ke depan. Nanti bagaimana, bagaimana, dan bagaimana. Seperti takut duluan menghadapi masa depan. Seperti halnya orang yang me-nuhankan asuransi karena takut menghadapi hal yang terburuk dalam hidup. Tapi ada baiknya juga karena dirimu gak selalu menyepelekan sesuatu yang berhubungan dengan masa depan, seperti halnya memilih jurusan. Namun jika sudah dihadapkan dengan masalah untuk mengambil keputusan (terutama asmara), dirimu termasuk dalam kategori bad decision maker. Selalu diwarnai kebimbangan, dipikir dalam-dalam, terlalu lama, walau akhirnya diputuskan juga. Hal itu sesungguhnya menyiksa dirimu sendiri, jika kau  sadari.  Bagaimanapun juga, itu adalah dirimu, bukan orang lain!

sometimes a question more powerfull than answer

2 comments:

Erikson said...

assalamualaikum... brad... hahaha.. finally i arrive here (again!!) wahh.. tulisan mu yang ini bener2 berkarakter.. sederhana sih kl kubilang tapi maknanya dalam.. dan justru itu nilai lebihnya... semoga Grafura membaca tulisan ini ya brad.. hehehe wassalam

Jizu said...

@bung Erik : jelas lah udah dibaca bung, itu awalnya proyek kita berdua tapi gagal